MUJAHID DEMOKRASI : KPPS DAN PEMANTAU DI PEMILU SERENTAK 2019

Oleh: Moch Edward Trias Pahlevi, S.IP

Koordinator Umum Komite Independen Sadar Pemilu (KISP)

Pemugutan suara pemilu 2019  telah usai untuk pertama kalinya bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilu 5 surat suara (Presiden dan Wakil Preside, DPR RI,DPD RI, DPRD PROVINSI, DPRD KAB/KOTA). Tentu saja semangat yang dibangun dengan adanya pemilu serentak 2019 adalah untuk efektifitas dan efesiensi baik dari sisi waktu maupun anggaran. Implikasi yang diharapkan dari adanya pemilu serentak adalah efisiensi pelaksanaan pemilu disertai efektivitas yang mengikutinya, yang dapat menekan pengeluaran dana negara dalam pemilu. Dengan pemilu serentak, maka partai politik dituntut untuk menyederhanakan sistem parpol dengan multi partai sederhana, sehingga tingkat relevansinya antara sistem pemilu dan sistem parpol dapat berjalan beriringan dengan penguatan terhadap sistem presidensial, yang berdampak kepada konsepsi kebijakan-kebijakan pemerintah yang didukung secara penuh dan solid dalam parlemen terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

Namun Kompleksitas dalam pemilu serentak 2019 ini cukup menguras penyelenggara pemilu di tingkat bawah. Belum lagi Penyelenggara pemilu di terpa berbagai isu tidak mengenakan yang mempertanyakan terkait netralitas dan integritas, disisi lain pemilih yang masih kebingunan dalam menentukan pilihannya akibat isu politik hanya mengarah kepada capres dan cawapres fenomena ini biasa disebut Cotail Effect. Beberapa informasi yang di dapatkan petugas KPPS mengalami meninggal dunia akibat kelelahan faktor begitu banyak surat suara dalam proses penghitungan dan juga kompleks nya pengisian formulir.

KPPS “ Mujahid Demokrasi”

Undang-Undang pemilu membuat pemilihan umum menjadi 5 surat suara, maka akan terjadi penambahan lamanya waktu bagi setiap pemilih saat di bilik suara untuk menggunakan hak pilihnya karena harus membuka, mencoblos dan melipatkan kembali 5 surat suara tersebut. Proses penghitungan suara juga agak terjadi penambahan waktu dalam proses penghitungannya. KPPS membuka, meneliti dan menuangkan hasil pemungutan suara dari masingmasing surat suara di Berita Acara Hasil Penghitungan Suara (Form C, C1 dan C1.Plano Berhologram) ditambah dengan proses penulisan menjadi beberapa rangkap.

Petugas KPPS merupakan penyelenggara pemilu di tingkat paling bawah, namun fungsi KPPS ini menentukan bagi legitimasi pemilu serentak 2019 nanti, disinilah gesekan konflik pemilu biasanya terjadi. Tantangan yang dihadapi KPPS. Pertama,terkait Rekruitmen SDM yang cukup sulit. Belum lagi dengan persaingan rekrutmen SDM pengawas TPS yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) 1 orang per TPS.Kedua,  persoalan beban pekerjaan yang cukup berat dengan resiko hukum yang akan dihadapi oleh KPPS, dibandingkan jika menjadi saksi partai politik (cukup datang di hari “H” pemungutan suara) dan atau jika menjadi pengawas TPS. Hanya orang-orang yang peduli pada pengabdian pada bangsa yang dengan kesadaran tinggi mau terlibat menjadi anggota KPPS. Ketiga, persoalan penguatan kapasitas SDM KPPS yang bertambah begitu banyak secara kuantitas harus tetap dijaga kualitasnya, KPU dan jajarannya punya tanggung jawab besar bagaimana bagaimana SDM KPPS ke depan agar benar-benar terlatih dalam teknis penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara di TPS, agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan teknis administratif maupun prosedur pelaksanaannya

KPPS merupakan Pejuang demokrasi paling ujung dari tahapan pemilu, Petugas inilah menjadi ujung tombak KPU memiliki peran penting dan strategis dalam menentukan kualitas pagelaran demokrasi di negeri ini, sebagaimana strategisnya kelembagaan KPU dalam konstitusi kita yang termaktub dalam Undang Undang Dasar 1945.  Posisi strategis KPPS itu diantaranya. Pertama, KPPS merupakan instrumen KPU paling bawah atau benteng terkahir mendorong dan meningkatkan angka partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya di TPS terdekat. Bagaimana caranya ialah saat mengumumkan dan menyampaikan Form C6 ( Pemberitahuan untuk mengunakan hak pilih) dengan cara door to door. Ini menjadi momentum sosialisasi tearkhir yang dimiliki instrumen oleh KPU. Selanjutnya KPPS memegang kunci sukses dan tidaknya penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan suara di TPS sebagai tahapan paling menentukan dan dinantikan baik oleh peserta maupun pemilih dari setiap pagelaran pesta demokrasi di negeri ini. Hari “H” pemungutan dan penghitungan suara di TPS adalah momentum puncak dari tahapan-tahapan pemilu sebelumnya.

Pemantau Pemilu “ Mujahid Demokrasi”

Salah satu Civil Society yang dapat mengawal proses pemilihan oleh penyelenggara pemilu  adalah lembaga pemantau pemilu. Pelaksanaan pemantau pemilu pada hakikatnya bermakna penglihatan atau melihat sebagian yang bisa kita lihat. Kegiatan ini pada umumnya bisa dilakukan kapan saja, dari mana saja dan dari kelompok masyarakat mana saja Keberadaan pemantau pemilu memang sudah menjadi salah satu elemen penting di dalam penyelenggaraan pemilu. Namun dalam banyak aktivitas pemantauan pemilu yang dilakukan, fokusnya memang lebih banyak kepada memantau, mencatat, mendokumentasikan (masih tidak terlalu rapi), dan melaporkan ke pengawas pemilu kalau hasil pantauan tersebut adalah pelanggaran pemilu. Selama ini, aktivitas pemantauan pemilu banyak dilakukan saat kampanye pemilu dan hari-H.

Dalam Undang-Undang Pemilu No. 7 Tahun 2017, pendaftaran dan akreditasi pemantau pemilu berada pada wilayah kewenangan Badan Pengawas Pemilu.  Ini berarti secara legalitas Pemantau Pemilu diperoleh dari Bawaslu, dimulai dari pelaporan hingga sanksi berlaku sama dan berjenjang, segala kewenangan terkait dengan Pemantau Pemilu berada di lembaga pengawas yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan berlaku sesuai tingkatannya (provinsi/kabupaten/kota). Hal ini juga baik untuk  kemajuan pengawasan karena akan adanya sinergitas antara Bawaslu dengan pemantau pemilu sendiri khususnya terkait penetapan kode etik, hak dan kewajiban pemantau pemilu ini dan juga pelaporan. Setidaknya dengan lebih banyak mata yang memandang, maka partai politik dan penyelenggara pemilu akan lebih mawas diri dalam bekerja.

Pemantau pemilu merupakan “Mujahid Demokrasi” dalam membantu proses pengawalan demokrasi. Tidak akan mungkin mampu Bawaslu Bekerja sendirian dalam mengawasi pemilu. Adanya keterbatasan, baik personel maupun waktu yang dimiliki. Begitu juga pemantau pemilu yang berada di luar sistem. Mereka akan sulit mendorong tindak lanjut tanpa peran pengawas pemilu yang memiliki otoritas. Oleh karena itu, kolaborasi antar-kedua elemen akan mampu mendorong sinergi pengawalan untuk penyelenggaraan pemilu yang demokratis, perlu banyak mata di tengah-tengah masyarakat.

Pada Pemilu tahun 2014 diwarnai dengan  berbagai macam Mal Praktek Pemilu. Dalam demokrasi mal praktek pemilu ibarat penyakit yang menggerogoti demoratisasi dan integritas pemilu tersebut. Karena mal praktek pemilu dapat menurunkan legitimasi pemilu dan kepercayaan publik dan pada akhirnya akan menjadi penyebab menurunnya partisipasi pemilih. Berdasarkan laporan Bawaslu sepanjang pemilu presiden 2014 terdapat dugaan pelanggaran sebanyak 1.238. pelanggaran administrasi. Dugaan pelanggaran administrasi tersebut kemudian diteruskan kepada KPU untuk ditindaklanjuti. Sisanya, 81 dugaan pelanggaran pidana dan 21 dugaan pelanggaran kode etik. Dugaan pelanggaran terbanyak menyangkut pelanggaran Pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK), Permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT), politik uang dan kampanye hitam.

Dalam pemilihan umum serentak 2019 ini tentu tidak menutup kemungkinan kecurangan akan lebih tinggi dibandingkan 2014, di sisi lain kompleksitas pemilu serentak ini lebih sulit dibandingkan pemilu 2014. Suhu politik yang terasa hanya menyoroti Capres dan Wapres tidak menutup kemungkinan Politik uang akan cukup tinggi dilakukan oleh calon legislatif untuk menjulang suara atau mengaet pemilih. Tentu pemantau pemilu memiliki fungsi yang cukup besar menjadi pengawal demokrasi. Pemantau pemilu memiliki fungsi untuk mendorong penyelenggaraan pemilu yang jujur adil dan transparan. Ada tiga hal penting tujuan pemantau pemilu. Pertama usaha Civil Society dalam mewujudkan cita-cita pemilu yang berlangsung secara demokratis. Sehingga hasilnya dapat diterima oleh masyarkat, serta dihormati oleh semua pihak, baik yang menang maupun yang kalah, terlebih oleh mayoritas warga negara yang memiliki hak pilih. Kedua , Pemantauan juga termasuk usaha untuk menghindari terjadinya proses pemilu dari kecurangan, manipulasi, permainan, serta rekayasa yang dapat menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan kepentingan masyarakat. Ketiga, Usaha untuk menghormati serta meningkatkan kepercayaan terhadap hak asasi manusia, khususnya hak sipil dan politik warga negara.

Tags: No tags

256 Responses

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *