PEMILU RAMAH LINGKUNGAN, TANGGUNG JAWAB SIAPA?

Berangkat dari pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) yang memiliki banyak dampak pada permasalahan lingkungan, Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) menginisiasi diskusi bertajuk “Green Election: Pemilu Ramah Lingkungan, Tanggung Jawab Siapa?” melalui media daring pada Senin (11/10/21).

Dalam diskusi tersebut, Arief Budiman, Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), menjelaskan mengenai terobosan-terobosan yang telah dilakukan oleh KPU dalam mengusahakan Pemilu yang ramah lingkungan, seperti peningkatan pemanfaatan teknologi informasi (IT), penyederhanaan administrasi dan penerapan metode less paper, pelaksanaan kampanye ramah lingkungan, perencanaan kebutuhan logistik, dan penanaman pohon demokrasi.

Herwyn Malonda, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Utara, menjelaskan perihal harapannya supaya Pemilu tidak hanya memperhatikan hal-hal elektoral tapi bagaimana Pemilu ini juga memperhatikan lingkungan. Pemilu bukan sekadar menjamin kedaulatan rakyat, namun juga daulat lingkungan. Ini juga merupakan hak rakyat bagaimana nanti dia memilih dan terpilih serta mendapat jaminan lingkungannya. Namun beliau juga menyampaikan terkait pilihan pemerintah dalam melakukan Pemilu yang ramah lingkungan, “tidak ada kegiatan manusia yang tidak berdampak, namun bagaimana upaya kita untuk mengurangi dampak dari kegiatan kita, bukan berarti menghilangkan, namun upaya untuk mengurangi,” jelasnya.

Selaras dengan hal tersebut, Banne Matutu, Peneliti kajian lingkungan, menjelaskan mengenai sistem manajemen lingkungan, “bentuk aktivitas yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan serta mengurangi atau tidak memiliki dampak buruk terhadap lingkungan,” jelasnya. Beliau juga menambahkan bahwa sistem manajemen lingkungan ini dapat diterapkan pemerintah sebagai salah satu upaya mewujudkan Pemilu yang ramah lingkungan.

Dalam diskusi tersebut, Pembina KISP, Bambang Eka juga menjelaskan bahwa “Dalam waktu dekat kita tidak akan melakukan perubahan yang begitu besar terkait permasalahan lingkungan dalam pelaksanaan Pemilu,” jelasnya. Beliau juga menambahkan bahwa upaya untuk memulai yakni meningkatkan kesadaran terlebih dahulu mengenai permasalahan lingkungan dan Pemilu. Tentu tidak sederhana untuk menjadikan Pemilu yang ramah lingkungan. Kita harus berfikir jauh bahwa negara ini atau bumi ini harus kita jaga bersama, dan karena itu kita harus terus mendorong isu Pemilu yang ramah lingkungan bersama-sama termasuk kepada para stakeholder, peserta dan pemilih.

Link video diskusi: https://www.youtube.com/watch?v=yufYdA6URFo&t=3435s

KOALISI MASYARAKAT SIPIL: MENDESAK SEGERA BENTUK TIM SELEKSI KPU DAN BAWASLU

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Parliamentary Center (IPC), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Kode Inisiatif, Komite Independen Sadar Pemilu (KISP), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Netfid Indonesia, Netgrit, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, serta Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) menggelar diskusi media terkait ‘Apa kabar tim seleksi KPU Bawaslu?’ pada Rabu (06/10/21).

Diskusi yang dilaksanakan melalui media daring ini berangkat dari kegelisahan bahwa Presiden belum juga membentuk tim seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sedangkan masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 akan berakhir pada 11 April 2022. Jika dihitung mundur 6 (enam) bulan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (8) dan Pasal 118 UU Pemilu, selambat-lambatnya tim seleksi sudah harus terbentuk pada 11 Oktober 2021. 

Dalam diskusi tersebut setiap organisasi menyampaikan statement keresahan dan tuntutan mereka terhadap persiapan penyusunan tim seleksi Pemilu 2024.

Komite Independen Sadar Pemilu diwakilkan oleh Azka Abdi Amrurobbi, menyampaikan bahwa “reputasi dan rekam jejak yang baik dari Tim Seleksi ini wajib dimiliki karena tim seleksi akan menghadapi berbagai tekanan, godaan dan lobi dari para peserta seleksi, elit-elit politik serta mungkin dari kerabat dan saudaranya, atau mungkin juga godaan berupa titipan-titipan dari organisasi yang telah membesarkannya,” jelasnya. Beliau juga menambahkan saran supaya pemerintah melakukan pelacakan atau tracking kepada para calon Tim Seleksi baik tracking di media massa online maupun akun media sosial pribadi mereka, selain daripada surat pernyataan dan syarat administrative lainnya.

Perludem diwakilkan oleh Nur Amalia pun menuturkan “salah satu harapan kami dari seleksi anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 adalah seleksi ini menghasilkan penyelenggara Pemilu yang kompeten, punya kapasitas, punya gagasan-gagasan inovasi kepemiluan untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti yang akan bersamaan dilaksanakannya, yakni di tahun yang sama dengan Pilkada serentak 2024,” tuturnya. Beliau juga menambahkan bahwa tim seleksi yang inovatif juga menjadi salah satu yang harus diperhatikan Presiden, hal ini sebagai langkah pemenuhan kebutuhan mengenai teknologi kepemiluan dan keterbukaan data Pemilu. Beliau juga menyinggung harapan keterwakilan perempuan di dalam tim seleksi KPU dan Bawaslu.

Netfid Indonesia yang diwakilkan oleh Muh Afit Khomsani, menambahkan bahwa “kondisi demokrasi Indonesia saat ini sedang mengalami titik tertinggi paradoks demokrasi, dimana demokrasi yang seharusnya menciptakan pemerintahan yang anti korupsi dan juga efektifitas pemerintahan hingga ke level daerah, akan tetapi faktanya korupsi hari ini sampai kepada level daerah,” jelasnya. Beliau juga mengatakan bahwa demokrasi yang semestinya memberi wadah keadilan sosial justru menjadikan perpecahan sosial, serta angka represi negara terhadap demokrasi juga semakin meningkat.  “Presiden harus mampu menyaring atau menentukan komposisi tim seleksi yang peka terhadap isu-isu tersebut, terutama isu demokrasi dan politik uang,” jelasnya.

Selain itu, Fuadil ‘Ulum, perwakilan dari Puskapol UI, menyampaikan keresahanan akan keterwakilan perempuan di dalam KPU dan Bawaslu baik daerah maupun pusat. “Tidak ada demokrasi tanpa keterwakilan perempuan, karena keterewakilan jenis kelamin menjadi suatu hal yang paling mendasar dari representasi politik,” jelasnya. Beliau juga menambahkan bahwa kesetaraan gender menjadi salah satu prinsip kesetaraan yang harus ada di dalam demokrasi.

Rizqan Kariema Mustafa, perwakilan KIPP menjelaskan bahwa “salah satu unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan Pemilu adalah kepercayaan, bahwa penyelenggara yang akan dilantik harus mampu merepresentasikan seluruh elemen masyarakat” Beliau juga menambahkan perlunya kita garisbawahi terkait representasi, yakni representasi kelompok rentan.

Egi Primayogha, perwakilan ICW, menyampaikan “ada ketidakseriusan pemerintah dalam penyelenggaraan Pemilu dilihat dari belum ditetapkan tim seleksi hingga saat ini, jangan sampai penundaan ini menimbulkan kesepakatan gelap di belakang,” jelasnya. Beliau juga menuturkan bahwa pelaksanaan Pemilu yang berintegritas, harus dimulai dari tim seleksi yang juga berintegritas.

Ditutup dengan statement dari Aqidatul Izza Zain, perwakilan SPD, menyampaikan “untuk mencapai Pemilu berintegritas, bersih, jujur, dan berintegritas, maka dalam pembentukan penyelenggara Pemilu harus dilakukan secara transparan, hal ini harus diawali dengan pembentukan tim seleksi yang transparan. Bukan hanya transparan namun juga harus akuntabel,” jelasnya. Beliau juga menutup dengan menyampaikan bahwa, jangan sampai  ada titipan kepentingan, serta pemaksimalan keterlibatan peran masyarakat secara aktif, sehingga tercipta demokrasi yang tidak hanya prosedural namun juga substansial.

Dalam diskusi tersebut juga dibacakan pernyataan sikap dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang diwakilkan oleh Ihsan Maulana. Adapun dalam pernyataan sikap tersebut Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 menyampaikan 6 (enam) poin. Pertama, mendorong Presiden untuk segera menetapkan tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu selambat-lambatnya 11 Oktober 2021. Kedua, Mendorong Presiden untuk membentuk tim seleksi yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik; kredibilitas dan integritas; memahami kompleksitas permasalahan Pemilu; bersih, independen, dan tidak terafiliasi dengan partai politik. Ketiga, tim seleksi merupakan pihak yang transparan dan akuntabel serta aktif melibatkan partisipasi masyarakat dan mempertimbangkan dengan baik saran dan masukan publik dalam proses seleksi. Keempat, mendorong Presiden untuk membentuk tim seleksi yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan calon anggota KPU dan calon anggota Bawaslu. Kelima, tim seleksi harus berperspektif gender dan inklusif.  Dan keenam, tim seleksi harus memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen keanggotaan.