Koalisi
Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang terdiri dari Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Parliamentary
Center (IPC), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Kode Inisiatif,
Komite Independen Sadar Pemilu (KISP), Komite Independen Pemantau Pemilu
(KIPP), Netfid Indonesia, Netgrit, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(Perludem), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas,
Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, serta Sindikasi Pemilu
dan Demokrasi (SPD) menggelar diskusi media terkait ‘Apa kabar tim seleksi KPU
Bawaslu?’ pada Rabu (06/10/21).
Diskusi
yang dilaksanakan melalui media daring ini berangkat dari kegelisahan bahwa Presiden belum juga membentuk tim
seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu), sedangkan masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022
akan berakhir pada 11 April 2022. Jika dihitung mundur 6 (enam) bulan
berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (8) dan Pasal 118 UU Pemilu,
selambat-lambatnya tim seleksi sudah harus terbentuk pada 11 Oktober 2021.
Dalam diskusi tersebut setiap organisasi
menyampaikan statement keresahan dan tuntutan mereka terhadap persiapan
penyusunan tim seleksi Pemilu 2024.
Komite
Independen Sadar Pemilu diwakilkan oleh Azka Abdi Amrurobbi, menyampaikan bahwa
“reputasi dan rekam jejak yang baik dari Tim Seleksi ini wajib dimiliki karena
tim seleksi akan menghadapi berbagai tekanan, godaan dan lobi dari para peserta
seleksi, elit-elit politik serta mungkin dari kerabat dan saudaranya, atau
mungkin juga godaan berupa titipan-titipan dari organisasi yang telah
membesarkannya,” jelasnya. Beliau juga menambahkan saran supaya pemerintah melakukan pelacakan atau tracking kepada
para calon Tim Seleksi baik tracking di media massa online maupun
akun media sosial pribadi mereka, selain daripada surat pernyataan dan syarat
administrative lainnya.
Perludem
diwakilkan oleh Nur Amalia pun menuturkan “salah satu harapan kami dari seleksi
anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 adalah seleksi ini menghasilkan penyelenggara
Pemilu yang kompeten, punya kapasitas, punya gagasan-gagasan inovasi kepemiluan
untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 nanti yang akan bersamaan dilaksanakannya,
yakni di tahun yang sama dengan Pilkada serentak 2024,” tuturnya. Beliau juga
menambahkan bahwa tim seleksi yang inovatif juga menjadi salah satu yang harus
diperhatikan Presiden, hal ini sebagai langkah pemenuhan kebutuhan mengenai
teknologi kepemiluan dan keterbukaan data Pemilu. Beliau juga menyinggung
harapan keterwakilan perempuan di dalam tim seleksi KPU dan Bawaslu.
Netfid
Indonesia yang diwakilkan oleh Muh Afit Khomsani, menambahkan bahwa “kondisi
demokrasi Indonesia saat ini sedang mengalami titik tertinggi paradoks
demokrasi, dimana demokrasi yang seharusnya menciptakan pemerintahan yang anti
korupsi dan juga efektifitas pemerintahan hingga ke level daerah, akan tetapi
faktanya korupsi hari ini sampai kepada level daerah,” jelasnya. Beliau juga
mengatakan bahwa demokrasi yang semestinya memberi wadah keadilan sosial justru
menjadikan perpecahan sosial, serta angka represi negara terhadap demokrasi
juga semakin meningkat. “Presiden harus
mampu menyaring atau menentukan komposisi tim seleksi yang peka terhadap
isu-isu tersebut, terutama isu demokrasi dan politik uang,” jelasnya.
Selain
itu, Fuadil ‘Ulum, perwakilan dari Puskapol UI, menyampaikan keresahanan akan keterwakilan
perempuan di dalam KPU dan Bawaslu baik daerah maupun pusat. “Tidak ada
demokrasi tanpa keterwakilan perempuan, karena keterewakilan jenis kelamin
menjadi suatu hal yang paling mendasar dari representasi politik,” jelasnya.
Beliau juga menambahkan bahwa kesetaraan gender menjadi salah satu prinsip
kesetaraan yang harus ada di dalam demokrasi.
Rizqan
Kariema Mustafa, perwakilan KIPP menjelaskan bahwa “salah satu unsur yang
paling penting dalam penyelenggaraan Pemilu adalah kepercayaan, bahwa
penyelenggara yang akan dilantik harus mampu merepresentasikan seluruh elemen
masyarakat” Beliau juga menambahkan perlunya kita garisbawahi terkait
representasi, yakni representasi kelompok rentan.
Egi
Primayogha, perwakilan ICW, menyampaikan “ada ketidakseriusan pemerintah dalam
penyelenggaraan Pemilu dilihat dari belum ditetapkan tim seleksi hingga saat
ini, jangan sampai penundaan ini menimbulkan kesepakatan gelap di belakang,”
jelasnya. Beliau juga menuturkan bahwa pelaksanaan Pemilu yang berintegritas,
harus dimulai dari tim seleksi yang juga berintegritas.
Ditutup dengan statement dari Aqidatul Izza Zain, perwakilan SPD, menyampaikan “untuk mencapai Pemilu berintegritas, bersih, jujur, dan berintegritas, maka dalam pembentukan penyelenggara Pemilu harus dilakukan secara transparan, hal ini harus diawali dengan pembentukan tim seleksi yang transparan. Bukan hanya transparan namun juga harus akuntabel,” jelasnya. Beliau juga menutup dengan menyampaikan bahwa, jangan sampai ada titipan kepentingan, serta pemaksimalan keterlibatan peran masyarakat secara aktif, sehingga tercipta demokrasi yang tidak hanya prosedural namun juga substansial.
Dalam diskusi tersebut juga dibacakan pernyataan sikap dari Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang diwakilkan oleh Ihsan Maulana. Adapun dalam pernyataan sikap tersebut Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 menyampaikan 6 (enam) poin. Pertama, mendorong Presiden untuk segera menetapkan tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu selambat-lambatnya 11 Oktober 2021. Kedua, Mendorong Presiden untuk membentuk tim seleksi yang memiliki reputasi dan rekam jejak yang baik; kredibilitas dan integritas; memahami kompleksitas permasalahan Pemilu; bersih, independen, dan tidak terafiliasi dengan partai politik. Ketiga, tim seleksi merupakan pihak yang transparan dan akuntabel serta aktif melibatkan partisipasi masyarakat dan mempertimbangkan dengan baik saran dan masukan publik dalam proses seleksi. Keempat, mendorong Presiden untuk membentuk tim seleksi yang tidak memiliki konflik kepentingan dengan calon anggota KPU dan calon anggota Bawaslu. Kelima, tim seleksi harus berperspektif gender dan inklusif. Dan keenam, tim seleksi harus memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 persen keanggotaan.