Jakarta – Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) yang diwakili oleh Azka Abdi Amrurobbi berkesempatan untuk mengikuti Focus Group Discussion (FGD) dengan Reformasi Keuangan Partai Politik yang diselenggarakan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pada Jumat (14/1) bertempat di Hotel Oria Jakarta Pusat
FGD tersebut dihadiri oleh beberapa lembaga yang concern terhadap isu partai politik, seperti: CSIS, ICW, Polgov UGM, TII, Kode Inisiatif, BRIN, Puskapol UI, dan Pusako Unand.
Pada kesempatan itu, KISP menjealaskan dua catatan yaitu:
- Pendanaan Pemilu khususnya Laporan Dana Kampanye
Permasalahan terkait dengan laporan dana kampanye ialah sistem pelaporan yang masih belum rapih. Termasuk banyak pula dari kandidat memanipulasi dana kampanyenya, agar tidak dicurigai oleh pengawas pemilu/pilkada. Berdasarkan hal tersebut, laporan dana kampanye menjadi sekedar formalitas belaka. Tanpa perbaikan mekanisme pelaporan dan pemberian kewenangan investigatif ke penyelenggara pemilu (KPU atau Bawaslu), pelaporan dana kampanye tidak akan menjadi sarana yang efektif untuk mencegah politik uang atau korupsi politik.
Selain itu, terkhusus kampanye di media sosial, berdasarkan hasil penelitian, KISP menemukan ada banyak calon yang menggelontorkan banyak uang hanya untuk kampanye media sosial. Hal tersebut karena belum adanya regulasi yang menerangkan batasan dana kampanye di media sosial. Artinya bahwa intensitas kampanye di media sosial akan cenderung bergantung dengan kesiapan “anggaran” yang dimiliki oleh kandidat. Hal tersebut juga memungkinkan adanya pemasukan-pemasukan lain di luar dari yang telah ditentukan.
2. Pendanaan Partai Politik khususnya Bantuan Keuangan Partai Politik (Banpol)
Tujuan utama bantuan keuangan partai politik adalah menjaga kemandirian partai politik. Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 36 tahun 2018 tentang Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik sejatinya telah mengamanatkan bahwa rencana penggunaan dana Bantuan Keuangan Partai Politik (Banpol) diprioritaskan untuk pendidikan politik. (Pasal 14 Ayat 3 Huruf F dan Pasal 15 Ayat 3 Huruf E)
Namun sayangnya Banpol sering terindikasi tidak digunakan untuk pendidikan politik, tetapi digunakan untuk operasional sekretariat partai itu sendiri. Kemudian, tidak ada besaran pasti berapa yang harus dianggarkan partai politik untuk pendidikan politik yang dibiayai oleh Banpol.
KISP juga menemukan kurangnya transparansi laporan Banpol. Padahal, Permendagri No. 36 tahun 2018 Pasal 36 menyatakan bahwa “Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 terbuka untuk diketahui masyarakat.”
Berdasarkan hal tersebut, KISP memberikan rekomendasi berupa:
- Peraturan pemerintah harus mengatur secara detail besaran bantuan keuangan yang dipergunakan membiayai kegiatan pendidikan politik dan kaderisasi politik, hingga kesekretariatan.
- KISP mendorong adanya kerjasama antar stakeholders baik Partai Politik, KPU, Bawaslu, Kemendagri, BPK, LSM, hingga Komisi Informasi Pusat dan Daerah untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik.
- Isu terkait dengan urgensi reformasi keuangan partai politik harus bisa menjadi konsumsi publik bukan hanya konsumsi bagi elit.