ERA DIGITAL, DEMOKRASI, DAN LAJU RADIKALISME

Oleh:

Nur Kholis S.Sos (Duta Damai Jatim, Guru SMA Annur Bululawang Malang, Lembaga Pers PC IPNU Kab. Mojokerto, Mahasiswa S2 Sosiologi FISIP UNSOED)

*Tulisan ini sepenuhnya mewakilkan pandangan penulis dan tidak mewakili pandangan KISP secara kelembagaan

Era digital ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasiserta digitalisasi di banyak aspek kehidupan manusia. Di era ini, kita dimanjakan dengan berbagai fasilitas, salah satunya adalah kemudahan dalam mengakses beragam informasi dengan menggunakan internet dan berbagai platform digital yang lain. Bahkan, kehadiran internet dan platform digital bukan barang mewah saat ini, karena pembangunan membawa dampak signifikan yang membuat kita semakin mudah berselancar menjelajahi dunia maya.

 Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Data Portal, dalam laporan yang berjudul Digital 2022: jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 191,4 juta pada Januari 2022. Angka ini bertambah 21 juta atau sekitar 12,6 persen dari tahun 2021. Jumlah ini setara dengan 68,9 persen dari total populasi penduduk Indonesia yang saat ini menyentuh angka 277,7 juta per Januari 2022.

Berbagai kemajuan di era digital, seharusnya membawa energi positif dan semangat perbaikan bagi kehidupan masyarakat. tetapi, nampaknya bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi. Bagaimana kita melihat nilai-nilai dan norma-norma sosial mulai memudar karena orang-orang lebih memilih berinteraksi menggunakan media sosial.

Ketika di sebuah acara dan kita bertemu dengan teman-teman kita ngobrol, diskusi, saling dialog secara langsung sehingga lebih mendekatkan secara emosional. Kemudian dengan hadirnya smarthphone seakan-akan mampu mengubah segalanya. Budaya kita yang awalnya menyukai diskusi, membangun komunikasi, interaktif seolah-olah berubah menjadi individualis. Orang-orang meskipun duduk bersebelahan, namun tidak saling bertegur sapa dan lebih asyik bermain dengan handphone-nya masing-masing.

Internet dan media sosial di era digital bukan hanya sebagai aksesoris belaka, melainkan media informasi bagi banyak orang. Media sosial bukan sekedar sebagai alat pelengkap pada momen-momen membahagiakan dan penting semata, tapi sudah menjelma menjadi kebutuhan wajib bagi sebagian besar orang.

Tetapi, di tengah pesatnya kemajuan teknologi dan media sosial, justru memunculkan permasalahan baru beberapa waktu terakhir. Bahkan persoalan tersebut dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Persoalan tersebut disebabkan karena penyalahgunaan media sosial. Media sosial yang seharusnya digunakan untuk menggali informasi dan ilmu pengetahuan, banyak disalahgunakan untuk hal-hal yang negatif dan tidak layak. Seperti digunakan untuk menyebarkan berita bohong, ujaran-ujaran kebencian, hasutan, hoaks bahkan sarana penyebaran paham radikalisme.

Pertumbuhan media sosial digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk menebarkan virus-virus kebencian. Kita dengan mudahnya menemukan akun-akun yang secara aktif menebarkan kebencian atas nama kelompok, suku, agama, dan individu yang beredar secara luas di internet. Internet digunakan untuk menghujat dan mencaci maki orang atau kelompok yang berbeda pandangan dengan dirinya.

Di masa pandemi Covid-19, kelompok teroris memaksimalkan aktivitas daring. Kelompok-kelompok tersebut menggunakan media sosial untuk melakukan aktivitas propaganda, melaksanakan proses rekrutmen anggota baru hingga kegiatan pendanaan.  Kelompok radikal dan teroris menggunakan media sosial secara massif untuk menanamkan doktrin radikal di masyarakat.

Aktivitas di dunia maya relatif lebih mudah dilakukan, dan cenderung lebih efektif dalam mendogma generasi muda untuk turut serta mendukung ideologi radikal dan ikut terlibat aksi terror. Rekrutmen anggota secara daring juga menjadi program prioritas bagi kelompok-kelompok radikal untuk mendapatkan anggota sebanyak-banyaknya. Ruang digital yang bebas seperti ini menimbulkan problematika baru dalam kehidupan sosial.

Indonesia merupakan negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan kemerdekaan. Namun, kebebasan yang dimaksud bukan berarti kebebasan tanpa batas seperti sekarang.  Di mana kita bebas menyebarkan provokasi, hujatan, atau ujaran kebencian terhadap orang lain. Karena kebebasan seperti ini tidak sesuai dengan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila. Lebih dari itu, sikap seperti itu juga bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Seringkali kita terjebak pada sifat sombong, merasa paling benar, paling unggul, dan paling superior. Kebebasan seperti ini tidak membangun kesadaran mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, tapi malah menciptakan sikap fanatisme buta. Kondisi yang demikian, mendorong paham-paham radikal dan ekstrem berkembang pesat di Indonesia. keadaan ini sangat disayangkan, bagaimana kebebasan yang kita terapkan, tidak diimbangi dengan pengetahuan dan kebijaksanaan menjadi lahan subur berkembangnya ideologi radikal. Kita tidak boleh memungkiri bahwa media sosial digunakan menjadi sarana penyebaran kebencian, informasi palsu, dan radikalisme.

Tapi kita harus bergerak untuk melakukan counter penyebaran paham-paham ekstremisme dan radikalisme. Beberapa tindakan yang bisa kita lakukan untuk memutus penyebaran paham radikalisme dan terorisme adalah pertama, kita dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk membangun sebuah badan keamanan siber nasional yang secara konsisten menghalau berbagai pengaruh negatif dari penggunaan internet.

Kedua, bergabung dengan organisasi-organisasi yang konsisten mengembangkan dakwah yang moderat, santun dan menyejukkan. Dengan begitu kita mampu membangun konektivitas untuk mengkampanyekan nilai-nilai perdamaian dan toleransi dengan lebih massif dan optimal, serta dapat mengimbangi konten-konten negatif yang mengancam keutuhan bangsa di dunia maya dan kehidupan sosial.

Ketiga, membangun dialog lintas agama dan budaya secara berkala untuk saling mengenal, belajar, dan mencintai. Dengan dialog, maka semuanya bisa saling memahami, sehingga timbul rasa cinta dan perasaan saling memiliki. Dengan terciptanya perasaan saling memiliki akan menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa yang kuat dan tangguh.

328 Responses

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *