Milenial dan Lokomotif Transparansi

Pesta demokrasi dianggap demokratis apabila semua pihak siap kalah dan siap menang dan diselenggarakan sesuai asas “Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil” (Luber dan Jurdil). Sedangkan menurut Ramlan Surbakti (dalam Awaludin, 2016:4-33)  Parameter Pemilu Demokratis adalah: (1) hukum Pemilu dan Kepastian Hukum; (2) kesetaraan antar Warga Negara; (3) persaingan yang bebas dan adil; (4) partisipasi pemilih dan pemilu; (5) penyelenggara pemilu yang mandiri, berintegritas, efisien dan dengan kepemimpinan yang efektif; (6) proses pemungutan dan penghitungan suara berdasarkan asas Pemilu Demokratis dan prinsip Pemilu Berintegritas; (7) keadilan; dan (8) prinsip nirkekerasan dalam proses Pemilu.

Namun dalam praktiknya, tidak sedikit pihak yang kalah dalam kompetisi dan memberikan alasan bahwa ada kecurangan yang terjadi pada proses pemungutan dan penghitungan suara, seperti dikutip dari (CNN, 2020)

“Calon Gubernur di Pilkada Kalimantan Selatan nomor urut 2 Denny Indrayana menduga ada sejumlah kecurangan dalam penghitungan suara. Dia curiga sejumlah anggota KPPS melakukan hal yang tidak semestinya”.

Kecurangan atau malpraktik dalam pelaksanaan suatu pemilihan menurut (Vickery dan Shein, 2012:9-12) didefinisikan sebagai pelanggaran dalam proses penyelenggaraan pemilu yang bersifat tidak sadar, atau tidak sengaja, seperti lalai, ceroboh, tidak teliti, kekurangan sumber daya, atau ketidakmampuan dari pihak penyelenggara dan pelaksana pemilu. Sementara pelanggaran yang secara sadar atau sengaja dilakukan partai dan aparatnya, kandidat dan staf yang membantu dalam pemilu, ataupun penyelenggara dan pelaksana pemilu dimasukkan ke dalam konsep baru yang disebut electoral fraud.

Menurut Awaludin (2019:113) Bentuk malpraktik pemilu yang paling banyak terjadi pada proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS adalah kesalahan penulisan dan penjumlahan sertifikat hasil penghitungan perolehan suara (formulir C1). Salah satu penyebabnya adalah beban kerja yang sangat berat bagi Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengakibatkan terjadinya Irregularitas (susanto, 2014:14).

Aspek Pencegahan

Untuk mencegah proses malpraktik atau korupsi pemilu, pencegahan menjadi hal yang penting. Seperti diungkapkan oleh Achmad Badjuri (2011:88) Penekanan pada aspek pencegahan korupsi perlu lebih difokuskan dibandingkan aspek penindakan. Sanksi hukum bagi penyelenggara pemilu perlu diberlakukan, sebagai bentuk pencegahan malpraktik pemilu. Walaupun pada dasarnya hukuman tersebut sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dalam Pasal 551, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.

“Setiap anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, dan/atau PPS karena kesengajaan mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara/sertifikat rekapitulasi penghitungan perolehan suara dipidana paling lama 2 tahun dan denda sebanyak Rp. 24.000.000”.

Selain sanksi hukum, transparansi dianggap bisa menjadi sarana untuk mencegah terjadinya malpraktik pemilu. Lalu apa sebenarnya transparansi itu sendiri? Menurut Abidin (dalam daniel, 2004:107) transparansi juga dapat diartikan bahwa “Informasi yang berkaitan dengan organisasi tersedia secara mudah dan bebas serta bisa diakses oleh mereka yang terkena dampak kebijakan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Selain itu, informasi yang cukup berkaitan dengan kinerja lembaga tersedia dan disajikan dalam bentuk atau media yang mudah dipahami.

Transparansi dalam tata kelola pemilu menurut (Norris, 2017:3) adalah keterbukaan tentang aturan dan prosedur, hasil dan proses yang digunakan oleh otoritas pemilu serta dianggap untuk membangun kepercayaan publik, meningkatkan martabat pembuat kebijakan dan memfasilitasi akuntabilitas (Norris, 2017:3). Selain itu, dengan menerapkan transparansi dapat membantu KPU dalam mengidentifikasi setiap pelanggaran kepemiluan, lemahnya kompetensi dan favoritisme terhadap kelompok politik tertentu, serta dapat meningkatkan kredibilitas KPU (Catt et al, 2014: 23).

Peran SIREKAP

Selain aspek pencegahan diperlukan solusi yang bersifat sistemik atau berlaku di diseluruh daerah. Awaludin (2019:119) dalam risetnya merokemendasikan bahwa untuk meningkatkan akurasi dalam penghitungan suara dan pembuatan berita acara dan sertifikat hasil penghitungan perolehan suara, perlunya penggunaan e-recapitulation dalam penghitungan perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Solusi yang bersifat sistemik tersebut diimplementasikan melalui Pelaksanaan rekapitulasi yang dilakukan langsung dari TPS dimulai pada pelaksaknaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2020, dengan menggunakan aplikasi yang disebut dengan Sistem Informasi Rekapitulasi yang selanjutnya disebut (SIREKAP) mengacu pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2020, SIREKAP didefinisikan sebagai perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasi Penghitungan Suara serta alat bantu dalam pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan.

Melalui penggunaan SIREKAP pasca proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS, diharapkan dapat mendorong transparansi berkaitan dengan hasil suara. Salah satu poin penting dalam Teknologi yang ada di dalam aplikasi SIREKAP yaitu fitur konfirmasi, jadi aplikasi akan melakukan konfirmasi berkaitan dengan hasil yang diinput pada aplikasi. Serta notifikasi berwarna merah pada kolom tertentu apabila terjadi kesalahan jumlah yang diinput.

Namun, penggunaan aplikasi ini tentu tidak bisa digunakan oleh seluruh KPPS. Karena tidak semua anggota KPPS memahami aspek teknologi, masih ada KPPS yang belum familiar dengan penggunaan teknologi. Namun, untuk generasi milenial, generasi yang lahir pada rentang waktu awal tahun 1980 hingga tahun 2000 (Yuswohady dalam Syarif, 2016: 241).

Pemegang SIREKAP di tingkat TPS, pada pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota (PILWALKOT) Pekalongan 2020, 60% (enam Pulih persen) dipegang oleh generasi milenal, lalu apa yang menjadi penyebabnya. Pertama, Kemampuan beradaptasi dengan teknologi. Tidak bisa dipungkiri bahwa penerapan aplikasi SIREKAP adalah yang pertama, sehingga waktu untuk melaksanakan Bimbingan Teknis terhitung sangat singkat, maka dibutuhkan kemampuan beradaptasi yang cepat untuk bisa menggunakan aplikasi tersebut. Kedua, ketersediaan perangkat. KPPS yang bertugas sebagai operator memiliki perangkat komunikasi yang spesifikasinya memenuhi standar minimal dari aplikasi ini, sehingga bisa meminimalisir eror dalam penggunaannya.

Melalui SIREKAP, proses transparansi terkait hasil perhitungan di TPS diharapkan bisa berjalan dengan maksimal. Sehingga semua pihak bisa mengetahui hasil penghitungan suara di TPS dengan mudah dan praktek malpraktik pemilu bisa dihindarkan.


Penulis bernama lengkap Fajar Randi Yogananda memiliki latar belakang sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pekalongan

Tulisan ini merupakan edisi khusus dalam rangka kampanye sosial #MilenialLawanKorupsi berkolaborasi dengan Akademi Jurnalistik Lawan Korupsi (AJLK) KPK RI


DAFTAR PUSTAKA

Andrie Susanto. (2017). Disproporsionalitas Beban Tugas KPPS Studi Integritas Pemilu. Jurnal Politik Indonesia. 2(1), hal. 9-19

Awaludin. (2019). Malpraktik Pemilu Di Tempat Pemungutan Suara Pada Pemungutan Dan Penghitungan Suara Pemilu Serentak Tahun 2019. Electoral Governance. Jurnal Tata Kelola Pemilu Indonesia, 1(1), hal 104-120.

Badjuri, Achmad. 2011. Peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sebagai Lembaga Anti Korupsi Di Indonesia (The Role Of Indonesian Corruption Exterminate Commission In Indonesia). Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Vol 18 No 1, hal 84-96

Catt, Helena, Andrew Ellis, Michael Maley, Alan Wall, dan Peter Wofl. (2014). Electoral Management Design. Stockholm: International IDEA.

Chard Vickery dan Erica Shein, (2012). Assessing Electoral Froud in New
Democracies: Refining the Vocabulary, Washington: IFES

CNN Indonesia. (2020, Desember 12). Denny Indrayana Ungkap Banyak Dugaan Kecurangan di Kalsel. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201212194248-32-581381/denny-indrayana-ungkap-banyak-dugaan-kecurangan-di-kalsel

Daniel Aditya Utama. Rediana Setiyani. (2014). Pengaruh Transparansi, Akuntabilitas, Dan Responsibilitas Pengelolaan Keuangan Sekolah Terhadap Kinerja Guru. Jurnal Pendidikan Ekonomi Dinamika Pendidikan, IX (2), hal 100 – 114

Nora Hilmia Primasari. (2014). Keterkaitan Antara Profesi Akuntan Publik Dengan Kecurangan Dan Regulasi. Jurnal Akuntansi dan KeuanganVol. 3 No.1 April 2014, hal 199 – 218

Norris, Pippa. (2017). Election Watchdogs: Transparency, Accountability and Integrity. New York: Oxford University Press.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor NOMOR 19 TAHUN 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota. 24 November 2020. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1384

Syarif Hidayatullah. et al. (2018). Perilaku Generasi Milenial dalam Menggunakan Aplikasi Go-Food. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 6(2), hal 240-249

290 Responses

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *