IMG_20190413_004636

KISP MENJADI SALAH SATU NARASUMBER DALAM ACARA RANAH PUBLIK TVRI JOGJA

Yogyakarta – Koordinator umum Komite Independen Sadar Pemilu (KISP), Moch Edward Trias Pahlevi berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam acara Ranah Publik TVRI Jogja (3/12/18). dalam acara ini, dihadiri juga oleh dua narasumber lain yaitu Kordinator BEM SI DIY dan Direktur CFDS UGM.

Topik bahasan dalam diskusi ini adalah terkait dengan Millennial Peduli Pemilu 2019.

audiensi

ADVOKASI MAHASISWA RANTAU, KISP AUDIENSI KE KPU BANTUL

KORANBERNAS.ID–Sebagai kota pendidikan, sangat banyak mahasiwa luar daerah bahkan luar Jawa yang menimba ilmu di DIY. Menghadapi pemilu 17 April

mendatang, ternyata banyak dari mereka yang kebingungan. Selain jadwal yang sebagian belum tahu, ada juga yang bingung dengan cara mengurus pindah pemilih (form A5).

“Kami sudah melakukan penelitian terhadap 400 responden. Ternyata masih banyak yang belum mengenal calon yang akan dipilih, belum tahu jadwalnya dan juga bingung pengurus form A5. Untuk itulah kami mengadakan audiensi dengan KPU Bantul,”kata Koordinator Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) DIY, M Edward Trias Pahlevi kepada koranbernas.id di Kantor KPU Bantul Jalan Wakhid Hasyim, Rabu (09/01/2019) siang.

Berkaca dari hal tersebut, KISP yang terdiri gabungan dari mahasiswa UMY, UGM, UIN dan UII ini, berharap pihak KPU melakukan sosialisasi ke kampus-kampus. Dengan demikian mahasiswa akan paham apa yang harus dilakukan oleh mereka, guna ikut berpartisipasi dalam pemilu April mendatang.

KISP DIY juga berharap penyelenggara pemilu bisa memberikan info grafis pendidikan politik bagi mahasiswa. Karena mahasiswa sering hanya mendapat informasi yang sifatnya menyerang dari salah dari satu calon.

“Sangat jarang mahasiswa mendapat info mengenai bagaimana cara mendaftar pindah pemilih, apa saja pemilih itu, apa pentingnya pemilih dan pemilu serta pendidikan politik lain. Untuk itu kami berharap digelarnya sosialisasi kepada mereka,”katanya.

Ketua KPU Bantul, Didik Joko Nugroho SIP mengatakan pada tahun ini akan digelar program Goes to Campus oleh KPU DIY.

Nantinya mereka akan menyasar kampus-kampus yang ada di DIY. Dengan demikian mahasiswa diharapkan lebih memahami berbagai seluk beluk terkait pemilu dan akan terfalisitasi saat hari “H” pemilu.

“Ada lima kampus yang menjadi ranah DIY di tahun 2019 dan salah satunya adalah UMY,”katanya. (SM)

IMG_20190413_004039

Komite Sadar Pemilu Gelar Aksi Diam di Titik Nol Jogja

Bisnis.com, YOGYAKARTA – Komunitas Independen Sadar Pemilu mengadakan aksi diam di kawasan Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta, guna mewujudkan Pemilihan Umum 2019 yang damai, bersih, dan tanpa intimidasi.

Koordinator Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) Moeh Edward Trias Pahlevi mengatakan aksi diam yang diikuti puluhan anak muda tersebut juga sekaligus membagikan bunga sebagai tanda cinta mengenai pemilu.

“Aksi diam ini bertujuan memberi informasi kepada masyarakat bahwa Pemilu 2019 bukan sebagai ajang saling memperpecah dan memperkeruh suasana dalam bangsa dan bernegara. Ini sekaligus mengampanyekan pemilu damai dan bermartabat,” katanya di sela aksi di Titik Nol Kilometer Yogyakarta, Sabtu (27/10) malam.

Selain itu, kata dia, dengan aksi diam di pusat kota Yogyakarta yang selalu ramai dikunjungi anak muda itu bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat akan pentingnya berpartisipasi dalam Pemilu 2019 dengan menggunakan hak suara.

Menurut dia, memasuki tahun politik ini bangsa Indonesia seakan terbelah menjadi dua akibat persaingan antarpedukung atau kubu yang akan berkontestasi pada pemilu, terutama Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.

Dia mengatakan kampanye hitam yang menyebabkan suhu politik makin panas. Situasi tersebut dapat dilihat di media sosial saat ini, masing-masing kubu saling melemparkan isu-isu yang kadang tidak sehat dan membuat sebagian masyarakat terprovokasi.

“Padahal, pemilu adalah salah satu esensi nilai demokrasi yang seharusnya ini dijadikan sebagai kegembiraan dalam mencari pemimpin yang terbaik, bukan saling menghujat yang mengakibatkan terpecahnya negara Indonesia,” katanya.

Dia juga menilai pemberitaan di media massa saat ini seakan tidak berhenti dari ajang provokasi, baik isu hoaks, SARA, maupun pembakaran bendera yang dilakukan oleh salah satu ormas.

Oleh sebab itu, kata dia, aksi diam ini sangat penting untuk meredam situasi politik yang panas ini guna memberikan pendidikan politik kepada masyarakat tentang bahayanya hoaks, isu SARA, kampanye hitam di Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta.

“Aksi Diam ini merupakan aksi terbuka untuk siapa pun dengan tidak membawa atribut salah satu golongan, dan yang hadir mengenakan baju hitam sebagai simbol netralitas. Bentuk aksi dengan pembagian stiker dan bunga,” katanya.

IMG_20190413_002823

KISP BEKERJASAMA DENGAN LAB IP UMY ADAKAN FDG SENGKETA PEMILU

BANTUL – Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) Bekerjasama dengan Laboratorium Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Lab IP UMY) mengadakan Focus Group Discussion (FDG) dengan tema “Penyelesain Alternatif Sengketa Pemilu” bertempat di Ruang Sidang Gedung AR Fachruddin A UMY (13/10/18)

Acara ini dihadiri oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), KPU Kabupaten dan Kota se-DIY, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DIY, Bawaslu Kabupaten dan Kota se-DIY, serta perwakilan Partai Politik di DIY.

Diadakannya FGD ini bertujuan untuk menghasilkan berbagai pemikiran tentang model penyelesaian alternatif sengketa Pemilu yang terjadi di DIY.

ADV_riz_Training-Pemilu-KISP-962018111739-ee-slemankulonprogo-081018.

TRAINING KEPEMILUAN 4 KISP: Pendidikan Politik dalam Menyongsong Pemilu Serentak 2019

PAPARAN: Komisioner KIP Hendra J Kede menyampaikan tentang bagaimana pendidikan politik dalam konteks keterbukaan informasi. (RIZAL SETYO/RADAR JOGJA)

KISP Kerjasama dengan MIP UMY

JOGJA – Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) bersama dengan Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengadakan training kepemiluan volume #4 di Hotel Forriz Sabtu (6/10). Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat memberikan wawasan kepemiluan bagi peserta pemilu. Khususnya mengenai sengketa pemilu.

Koordinator KISP Edward Pahlevi mengatakan, masyarakat perlu mengetahui dan memahami sengketa pemilu yang pernah terjadi dan bagaimana prosedur penanganannya. Dengan peserta training dari mahasiswa pascasarjana, penyelenggara pemilu baik desa maupun kecamatan akademisi, dosen dan calon komisioner, bisa menjadi wadah pendidikan sengketa pemilu.

“Setelah ini harapanya peserta dan penyelenggaraan pemilu tahu apa yang boleh dan tidak boleh, serta batasanya. Karena di bintek biasanya masih belum detil. Kami berikan detil. Terkait sengeketa pemilu. Termasuk netralitas penyelenggara pemilu,” tuturnya.

Steering Comitte Eky Prasetya mengatakan, tahapan kampanye sudah mulai. Beberapa yang sudah terlihat adalah kemungkinan pelanggaran alat peraga kampanye. “Selain itu juga proses daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPT HB),” jelasnya.

Beberapa narasumber yang diundang adalah Komisioner Komisi Informasi Pusat Hendra J Kede, Ketua Bawaslu RI 2008-2012 Bambang Eka Cahya Widodo dan Ketua Bawaslu DIY Bagus Sarwono.

Koordinator Divisi Pendidikan Politik KISP Prety Epira menyebut acara tersebut menjadi wadah bagi siapapun yang berminat tentang politik dan kepemiluan. Serta mendapat wawasan baru. “Pemilu 2019 bisa jadi sangat rawan sengketa pemilu, publik perlu tahu apa yang bisa disengketakan dan tahapannya,” katanya.

Komisioner Komisi Informasi Pusat RI Hendra J Kede menyampaikan tentang bagaimana pendidikan politik dalam konteks keterbukaan informasi. Termasuk salah satunya KPU sebagai badan publik. Selain KPU juga instansi lain yang termasuk badan publik. “Amandemen UUD Pasal 28F menjamin hak konstitusi warga negara untuk tidak boleh dihalangi mengakses seluruh dokumen lembaga negara yang berstatus terbuka. Jika dipersulit silakan gugat ke KIP,” tegasnya. (riz/zam/er/mo2)

https://radarjogja.co/2018/10/08/pendidikan-politik-dalam-menyongsong-pemilu-serentak-2019/

WhatsApp-Image-2018-05-31-at-08.20.37

Madrasah Pendidikan Pemilu : Peran Media Sosial Dalam Menghadapi Pemilu Serentak 2019

Rabu, 31 Mei 2018

Bantul Yogyakarta – Dalam menyambut Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak Tahun 2019 mendatang, Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) dan Public Relationship (PR) Ilmu Komunikasi Fisipol UMY  mengadakan Madrasah Pemilu Vol ke 2  dengan tema “Peran Media Sosial dalam Menghadapi Pemilu Serentak 2019”. Perlu diketahui bahwa KSIP merupakan komunitas yang berada di bawah naungan Laboratorium Ilmu Pemerintahan (Lab IP) Fisipol UMY dengan fokus peran sebagai pelopor akan kesadaran pemilu, serta Lab IP merupakan mitra strategis dari KSIP.

Kegiatan yang ini diselengarakan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (31/05/2018)  pada kesempatan tersebut juga turut  diundang beberapa organisasi yang juga fokus terhadap kajian terhadap Pemilu. Tujuan kegiatan ini untuk memberikan pemahaman kepada generasi muda untuk terlibat secara aktif  mengawasi pemilu dengan memanfaatkan media sosial (Medsos). Edward Pahlevi sebagai Ketua KISP mengatakan bahwa “anak muda sekarang harus melek politik salah satunya adalah partisipasi dalam bentuk dunia maya sangat diperlukan. Apabila anak muda membuat sebuah gerakan politik melalui media sosial maka itu sangat cepat di respon oleh masyarakat. Muh Amir Nashiruddin sebagai Narasumber sekaligus Komisioner Bawaslu Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan bahwa “Media sosial sarana paling efektif untuk mengawasi proses tahapan pemilu 2019 seperti kampanye dan lain-lain. Anak muda diharapkan dapat memberikan opini positif serta tidak membuat konten yang memecah belah  bangsa”. Fajar Junaedi sebagai Narasumber juga mengatakan bahwa “Trend medsos mengalahkan media cetak bahkan televisi. Oleh sebab itu, anak muda harus mampu melakukan perubahan dengan sebuah ketikan melalui ponsel. Medsos akan menjadi saran paling efektif untuk membuat pemilu lebih menarik dan meriah”.

AYO #SUARAKANTULISANMU

Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) membuka ruang bagi para pembaca untuk dapat berpartisipasi menuangkan pandangannya terkait dengan tema Politik, Demokrasi, Sosial, Budaya, dan Ekonomi.

Kami menerima kiriman tulisan dari para pembaca untuk beberapa rubrik, yaitu

  1. Opini: berisi tulisan yang menarik terakait dengan peristiwa atau isu yang sedang ramai di perbincangkan maupun isu yang dianggap menarik untuk dikaji.
  2. Berita: berisi tentang berita-berita teraktual
  3. Review: berisi ulasan tentang buku-buku atau hasil riset yang sesuai dengan situasi dan ruang lingkup kajian.

Bagi kamu yang berkeinginan mengirim naskah tulisan, perhatikan ketentuan berikut ini:

  1. Naskah ditulis 750-1000 kata.
  2. Naskah merupakan hasil karya sendiri.
  3. Naskah tidak boleh berisi konten SARA, hoax, ujaran kebencian, dan hal negatif lainnya.
  4. Upload naskah tulisan dan gambar (format jpg: untuk ilustrasi) serta mencantumkan kategori sesuai nama rubrik (misal: Opini, Berita, atau Review) di dalam email.
  5. Naskah dikirim melalui email : kis.pemilu@gmail.com

Note:

  1. Redaksi berhak menolak/tidak menerbitkan tulisan yang telah dikirimkan.
  2. KISP berhak untuk menyunting tulisan dari penulis, mengubah judul atau isi naskah tanpa mengubah substansinya, serta menghapus isi yang melanggar aturan hukum.
IMG_20190412_223358

MENYONGSONG PEMILU 2019, KISP BERSAMA LAB. IP UMY KEMBALI SELENGGARAKAN MADRASAH PENDIDIKAN PEMILU

Guna menyongsong Pemilu 2019, Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) bersama Laboratorium Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyelenggarakan Madrasah Pendiidkan Pemilu yang diadakan di Ruang Sidang Fisipol UMY (1/5/18)

Acara ini bertajuk “Ngobrol Pemilu Kekinian” yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang Pemilu bagi anggota KISP. Harapannya, dengan pembekalan ini KISP bisa turut berkontribusi bersama penyelenggara Pemilu dalam membantu memberikan pendidikan politik kepada pemilih pemula maupun membantu dalam hal pengawasan.

Dalam kesempatan yang sama, acara ini juga dihadiri oleh Korps Mahasiswa Pemerintahan UMY, Ikatan Pelajar Muhammadiyah DIY, dan Satgas Muda Anti Korupsi yang kedepannya juga turut bekerjasama dengan KISP mengawal pemilu 2019.

IMG_20190412_210349

Anak Muda Sebagai Agent Of Power Dalam Pemilu Serentak 2019

April 5, 2018 oleh : BHP UMY

Dalam menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang kian dekat saat ini, sikap remaja kebanyakan rupanya masih acuh terhadap pesta demokrasi tersebut. Padahal, remaja atau anak-anak muda memiliki peran penting sebagai agent of power dalam membangun Indonesia.

Hal tersebut disampaikan oleh Moch. Edward Triaspalefi selaku Koordinator Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP), dalam Seminar Pendidikan Pemilu Peran Generasi Millenials dalam Pemilu Serentak 2019. Acara yang terselenggara berkat kolaborasi antara KISP, BEM KM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Yogyakarta Goes to Campus ini, diselenggarakan di Kampus Terpadu UMY pada Kamis (4/4).

Dalam sambutannya, Edward mengatakan bahwa pada Pemilu serentak 2019 nanti kaum muda dapat dibagi menjadi 3 jenis pemilih. Yaitu kaum yang menggunakan hak pilih, kaum golongan putih, dan kaum agent of power yang menjadi pendongkrak semangat serta mengajak anak muda yang lain untuk peka terhadap politik dan pemilu.

“Demi suksesnya pesta demokrasi pada Pemilu Serentak 2019 yang adil dan sehat, maka anak muda yang termasuk dalam kategori usia pemilih pemula juga harus ikut serta. Jadilah agent of power dalam menyambut Pemilu 2019 ini, agar tingkat anak muda yang memilih menjadi golongan putih dalam pemilu serentak nanti bisa berkurang,” ujarnya.

Edward juga menyampaikan bahwa pendidikan pemilu bagi pemula memang merupakan salah satu tujuan KSIP berdiri. Diselenggarakannya seminar tersebut juga tempat untuk para pemilih pemula mempelajari atau memahami bagaimana sebenarnya pemilu itu sendiri. “Selaini itu juga, mengajarkan anak muda untuk lebih memperhatikan politik. Bagaimana satu suara dari pemilih pemula atau remaja memiliki peran yang penting demi masa depan Negara kesatuan Republik Indonesia,” imbuhnya lagi.

Bambang Eka Cahya Widodo selaku mantan ketua Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan Farid Bambang Siswantoro sebagai Komisioner KPU Daerah Istimewa Yogyakarta juga hadir dalam seminar tersebut dan bertindak sebagai pemateri. Melalui acara seminar ini KISP serta KPU DIY berharap agar kesadaran anak muda untuk melek terhadap politik bisa lebih meningkat. Selain itu, mereka bisa memilih pemimpin berdasarkan fakta, bukan hanya janji atau ucap kata saja. (pras)

Spektrum Arah Gerak Partai Politik di Indonesia; Antara Kiri dan Kanan

Spektrum Arah Gerak Partai Politik di Indonesia; Antara Kiri dan Kanan

Partai politik adalah salah satu elemen penting dalam sebuah legitimasi pemilu pada negara yang menganut sistem demokrasi. Masing-masing dari partai politik memiliki visi dan misi serta arah gerak kebijakan yang akan ditetapkan setelah mendapat mandat kekuasaan dari masyarakat untuk mengatur daerahnya masing-masing, hal ini membuat partai memiliki sebuah ideologi dasar yang membuat perbedaan antara partai satu dengan partai yang lainya. Saat ini tercatat ada 20 partai yang terdaftar di KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang terbagi menjadi 17 partai nasional dan 3 partai lokal yang akan bertarung di kontestasi pemilu pada 17 april 2019 yang akan datang dan masing-masing partai memiliki arah haluan politik sebagai pondasi dasar partai politik itu terbentuk, berawal dari kader-kadernya yang memiliki arah pandangan yang sama sampai kepentingan-kepentingan terselubung dalam menetapkan sebuah ideologi partai. Hal yang menjadi fokus tulisan ini adalah apakah masyarakat Indonesia mengerti mengenai arah spektrum gerakan partai politik yang ada di Indonesia? Padahal hal ini sangat penting diketahui masyarakat terlebih hal seperti ini akan menyangkut kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh kader-kader partai politik saat menjabat. 

Arah Spektrum Haluan Partai Politik di Indonesia Spektrum politik memiliki 2 arah yang berlawanan antara sisi kiri sebagai sisi yang lebih progresif dan sisi kanan sebagai sisi yang lebih konservatif, lalu bagaimanakah cara membedakan partai politik di Indonesia menurut spektrum politik? Partai politik yang memiliki haluan sayap kiri adalah partai politik yang menginginkan intervensi pemerintah dalam setiap kebijakannya mulai dari kebijakan ekonomi, kemakmuran dan berbagai kebijakan sosial lainya yang akan dirumuskan oleh partai berhaluan sayap kiri. Hal seperti ini sangatlah kontras dengan partai berhaluan sayap kanan yang lebih mementingkan pengembangan individu yang menolak intervensi pemerintah dari berbagai aspek, menolak biaya sosial yang mahal serta mendukung berbagai kebijakan yang bersifat konservatif. Berdasarkan dari hasil research yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia bersama dengan Australia National University yang telah melakukan penelitian dengan mengambil 508 responden yang dipilih secara acak dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang berasal dari 31 provinsi di indonesia, survey ini dilakukan dari berbagai pernyataan dan dengan skala 1-10 dan menghasilkan klasifikasi haluan sayap partai sebagai berikut;

Dari skala 1-10 yang telah dinyatakan oleh kader-kader partai terkait partai politik yang diikuti telah menunjukan bahwasanya tidak ada perbedaan yang mencolok antara partai satu dengan partai lainnya mengenai spektrum arah haluan partai politik. Hal seperti ini disebabkan karena kekalahan ideologi partai kanan-kiri, sebagaimana ditulis oleh Macionis dan Gerber pada bukunya yang berjudul Sociology ditulis tahun 2004 bahwa, setiap negara memiliki karakter spektrum arah haluan yang berbeda dari negara lain, seperti di Canada, spektrum arah haluan partai politik ekstrim kiri ada berada di partai komunis, spektrum arah haluan partai politik ekstrim kanan ada di partai konservatif dan yang berada ditengah dinamakan partai politik berhaluan Liberal. Jika melihat kembali ke partai politik di Indonesia, partai yang berada spektrum arah haluan kiri adalah partai yang dekat dengan paham Sosialisme, di kanan ada paham Konservatisme yang langsung diterjemahkan sebagai partai yang berbasis agama (tetapi dalam beberapa literasi partai politik berbasis agama lebih condong ke paham Sosialis), sedang yang berada di tengah adalah partai Konservatif yang diterjemahkan sebagai partai Nasionalis yang bisa saja arah kebijakannya condong ke kiri ataupun ke kanan. Sebenarnya, konsep spektrum partai politik yang condong ke-kanan bukanlah tentang keyakinan yang bersumber dari agama, tetapi ini adalah bentuk perlawanan dari paham Marxisme yang dikenal sebagai paham kiri dan diterapkan di partai politik, paham kanan beranggapan bahwa pemerintah sudah terlalu jauh mengintervensi pasar dan paham ini mempercayakan pasar untuk berjalan dengan sendirinya.

Tetapi jika melihat hasil dari diagram diatas, bahwasanya partai politik di Indonesia lebih cenderung mengarah pada arah spektrum haluan kanan. Alih-alih agak kekiri sedikit, yang berarti bahwasanya basis agama dalam spektrum partai politik di Indonesia masih cenderung kuat meskipun basisnya Nasionalis tetapi nilai nilai ke-agamaannya tetaplah ada, mengingat mayoritas masyarakat yang ada di Indonesia memeluk agama Islam dan ini menjadi alasan besar untuk merebut suara di setiap kontestasi politik electoral. Ini menjadi alasan besar kenapa kecenderungan arah spektrum partai politik di Indonesia tidak berani menyatakan ekstrim kanan dan lebih menyatakan agak ke kiri sedikit. Disisi lain penggunaan diksi “kiri” masih terbilang negative di Indonesia karena sejarah kelam dari partai komunis Indonesia yang berhasil meninggalkan trauma buruk kepada masyarakat di Indonesia dan akhirnya spektrum haluan partai politik di Indonesia tidak terlalu ekstrim ke kanan.
Kekalahan ideologi partai politik kanan-kiri juga menghasilkan sebuah ideologi tengah baru. Ketakutan kader partai dan masyarakat mengenai sebuah paham ekstrim yang ditetapkan partai politik bisa menjadi alasan utama mengapa partai partai di Indonesia tidak memiliki ideologi yang ekstrim. Sepanjang sejarah partai politik di Indonesia, spektrum arah haluan partai politik kiri lebih cenderung ke arah kebijakan-kebijakan yang sifatnya Sosialis seperti pelarangan free trade, pendidikan, hak asasi manusia dan lain sebagainya. Sedangkan partai politik yang memiliki spektrum arah haluan ke kanan menawarkan solusi Profetikisme. Sekarang sudah terbukti bahwa partai yang memiliki paham ekstrim tidak laku di Indonesia. 
Meminjam logika Samuel P. Huntington dalam karyanya tentang partisipasi politik masyarakat di Negara berkembang, dapat diketahui bahwa setiap model partisipasi selalu berangkat dari asumsi yang berbeda. Asumsi inilah yang kemudian menjadi titik tolak dari mana suatu partisipasi itu akan dimulai. Hal yang sama pasti juga terjadi dalam kasus ideologi partai politik. Bahwa setiap partai yang memiliki ideologi berbeda, sudah pasti mempunyai asumsi yang berbeda pula mengenai sistem politik terbaik yang mestinya diimplementasikan di Indonesia. Mustahil partai dengan ideologi berbeda akan memiliki kesamaan keyakinan garis perjuangan politik. Jika diasumsikan pada spektrum haluan partai politik, maka bisa disimpulkan bahwa partai politik yang berhaluan kanan tidak bisa berubah secara tiba-tiba menjadi berhaluan kiri ataupun sebaliknya atau bahkan menjadi ketengah. Jauh dari pembahasan ini bahwasanya dalam negara yang menganut sistem demokrasi spektrum arah haluan partai politik antara kanan dan kanan adalah sebuah sistem yang harus dijaga keberadaannya, mereka semua adalah sistem yang sudah hakekatnya harus ada untuk saling melengkapi. Jika salah satu dari spektrum partai politik tersebut hilang, maka ekosistem dalam sistem kepartaian di Indonesia akan mengalami kecacatan, dan mungkinkah ini adalah kecacatan?

Kontras Perbedaan antara Partai Politik di Indonesia Perbedaan ideologi partai politik sangatlah penting diketahui oleh masyarakat luas, hal ini membantu masyarakat untuk lebih mudah memahami dasar dari visi dan misi partai politik yang akan diterapkan oleh kader-kadernya jika menjabat nantinya. Bahkan Karl Marx dan Plato setuju serta berpendapat bahwasanya ideologi adalah cultural belief yang dipergunakan oleh masyarakat untuk memberikan justifikasi konsepsi keadilan, kebebasan, kemerdekaan, dan sejenisnya. Dari lembaga research yang sama telah meneliti kecenderungan ideologi partai di Indonesia antara Pancasilais dan Agamis, dari berbagai pernyataan dan metode penelitian yang ada di akumulasi menjadi skor 1 sampai 10 maka menghasilkan diagram sebagai berikut:

Dari diagram diatas telah menggambarkan bahwasanya isu satu-satunya yang berhasil membuat perbedaan secara signifikan terhadap partai politik di Indonesia adalah isu agama. Politik identitas masih menjadi hal yang dipuja-puja di Indonesia khususnya partai politik yang dapat meraup suara dari politik identitas mengingat Indonesia adalah negara yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Islam. Dari perspektif masyarakat justru sangat baik jika partai politik memiliki ketegasan ideologi yang berbeda antara Pancasilais dan Islamis, jadi masyarakat justru mudah mengetahui apa ideologi dasar dari sebuah partai politik karena ini akan berpengaruh kepada kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan oleh kader-kader di partai politik nantinya. Jika di Indonesia hal yang membuat kontras antara partai politik adalah isu agama, maka asumsi-asumsi dari setiap partai politik juga berbeda, interpretasi partai politik akan kebijakan-kebijakan politis akan berbasis dari ideologi partai politik tersebut. Sistem demokrasi juga mendukung berdirinya sebuah organisasi yang anggotanya memiliki basis pandangan ideologi yang sama atau disebut dengan partai politik, meskipun Indonesia bukanlah negara Islam dan menganut ideologi Pancasila, tetapi sistem demokrasi ini mengizinkan partai berbasis agama tetap berdiri di Indonesia. Hal seperti ini sangatlah baik dan bisa membuat masyarakat memproyeksikan bahwasanya kualitas demokrasi di Indonesia sangatlah baik, terbukti dari pemilu-pemilunya yang sering berhasil walaupun jumlah partai politiknya banyak dan terkesan sangat rumit.


Fenomena Pembiasan Ideologi Partai Politik di Indonesia.
           Pembiasan ideologi partai politik di Indonesia saat ini sudah sangat nampak terjadi, alasan utama yang menuntut fenomena ini terjadi adalah adanya threshold dalam kontestasi politik electoral. Mari ambil salah satu contoh yang sempat menjadi perdebatan dikalangan akademisi maupun masysarakat luas yaitu Presidential threshold. Presidential threshold adalah sebuah ambang batas yang telah ditentukan untuk menjadi seorang kandidat Presiden, di Indonesia sendiri salah satu syarat untuk menjadi seorang kandidat Presiden adalah harus mencapai ambang batas threshold itu sendiri yaitu harus memiliki sedikitnya 20-25% suara di Parlemen, dengan kata lain pasangan calon kandidat Presiden harus mengantongi partai-partai yang ada di Parlemen sebanyak 20% agar bisa mendaftatar sebagai pasangan calon Presiden. Peraturan ini memaksa partai politik di Indonesia membuat koalisi raksasa antara partai satu dengan partai yang lainya. Koalisi raksasa ini cenderung memaksa partai politik yang memiliki basis ideologi yang berbeda untuk membentuk sebuah koalisi raksasa agar bisa mengusung salah satu calon presiden dan wakil presiden di kontestasi electoral nantinya.
           Fenomena semacam ini sudah terjadi di dunia perpolitikan Indonesia, bagaimana partai sebuah partai PPP yang berbasis agama bisa menjalin koalisi dengan PDI-P yang memiliki basis nasionalis dan begitupun sebaliknya. Seperti yang dikatakan Samuel P. Hatingtong, mungkin benar bahwasanya partai yang sudah memiliki basis ideologi yang kuat tidak akan mudah berpindah ideologi dan mustahil memiliki pandangan yang sama dengan partai politik yang memiliki ideologi berbeda, tetapi fenomena semacam ini agak sedikit membantah teori tersebut bahwasanya kepentingan kekuasaan dan peraturan yang ada menjadi faktor utama kenapa partai politik di Indonesia memiliki koalisi yang sama mesti memiliki ideologi yang berbeda. Perlu diketahui bahwa fenomena seperti ini membuat partai politik di Indonesia memiliki fenomena yang disebut kartel partai politik dan cenderung bersifat bagi-bagi jabatan setelah kader-kadernya menjabat nantinya.

             Sedikit meminjam istilah Marx dan Plato bahwasanya ideologi adalah cultural belief  yang dipergunakan oleh masyarakat untuk memberikan justifikasi konsepsi keadilan, kebebasan, kemerdekaan, dan sejenisnya. Seharusnya jika partai politik di Indonesia memiliki ideologi yang jelas tanpa ada pembiasan semacam ini maka masyarakat akan memiliki patokan partai basis apa yang akan mereka pilih sebagai cultural belief yang akan partai politik perjuangkan untuk masyarakat yang memilihnya, ini membuktikan bahwasanya ideologi bukan lagi hal yang penting bagi partai politik saat sudah dihadapi dengan pragmatisme kekuasaan. Disisi lain jika partai politik tidak segera mengukuhkan ideologinya, maka masyarakat akan terus menerus menganggap partai memiliki orientasi pragmatis karena partai politik sendiripun tidak memiliki pegangan yang teguh dengan ideologi yang mereka anut.

x                Hal-hal yang sedang diperjuangkan oleh banyak LSM Kepemiluan beserta para akademisi adalah penghapusan threshold itu sendiri. Selain berdampak membiasakan ideologi partai, threshold juga merupakan sebuah langkah memberi kecacatan demokrasi. Bayangkan saja, Indonesia memiliki 20 partai politik yang bisa dibilang ini adalah jumlah yang sangat banyak, tetapi dikarenakan threshold yang mencekik, maka calon presiden dan wakil presiden hanya berjumlah dua pasangan calon. Bagaimana bisa dua pasangan calon presiden bisa mewakili keinginan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dampak baiknya jika threshold dihapuskan selain membuat partai politik mengukuhkan ideologinya adalah masyarakat Indonesia memiliki varian kandidat yang bisa mereka pikirkan secara rasional dalam memilih di pemilihan umum.
Pentingkah Partai Politik Membuat Koalisi Berdasarkan Basis Ideologinya?
            Ideologi dalam partai politik merupakan basis pergerakan mau kemana kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan jika menjabat nantinya, dengan kata lain ini bisa menjadi patokan masyarakat dalam memilih. Tetapi menyikapi fenomena pembiasan ideologi partai yang mana bahwasanya partai politik bisa berkoalisi dengan partai politik lainya yang memiliki ideologi yang berbeda juga merupakan hal baik. Karena bisa dibayangkan jika partai politik membentuk koalisi raksasa berdasarkan ideologi yang sama. Misalnya, partai politik yang memiliki ideologi nasionalis membuat koalisi raksasa dengan partai politik yang berideologi nasionalis juga ataupun sebaliknya. Hal yang dikhawatirkan adalah akan terjadi polarisasi masyarakat berdasarkan ideologi partai politik yang dianut, bisa saja masyarakat yang memiliki pandangan nasionalis akan memilih partai politik yang memiliki basis nasionalis dan bisa saja masyarakat yang memiliki pandangan agamis akan memilih partai politik yang berbasis agamis, hal yang dikhawatirkan adalah akan terjadi sebuah polarisasi yang kuat dan mengakibatkan perpecahan antar masyarakat luas.


        Masih dalam sisi yang sama dampak dari buruk dari terbentuknya koalisi partai politik berdasarkan ideologi partai yang sama akan menimbulkan rancangan undang-undang yang cenderung tidak mewakili masyarakat luas. Contohnya jika koalisi partai politik yang berbasis nasionalis akan menang di kontestasi politik electoral maka hal yang ditakutkan adalah jika rancangan undang-undang yang dibentuk tidak bisa mewakilkan masyarakat yang memiliki pandangan agamis, maka dari itu pembentukan koalisi yang memiliki ideologi yang berbeda masih memiliki dampak baik. Bayangkan saja jika partai politik berbasis nasionalis membentuk koalisi dengan partai politik yang berbasis agamis, rancangan undang-undang yang akan dibentuk pasti tetap memiliki nilai nilai nasionalis dan tidak akan kehilangan Syariat-syariat agamis yang dapat mewakili pandangan masyarakat di indonesia. Jadi bisa dikatakan mereka semua adalah sebuah ekosistem yang sudah memang kodratnya diciptakan untuk saling melengkapi.          

Fairuz Arta Abhi Praya Anggota Divisi Pendidikan Pemilih KISP Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY